atas bahasa sunda


Bandung

Bahasa Sunda memiliki sejumlah janjang dalam pemilihan kata. Menginjak mulai sejak Bahasa Sunda lemes ataupun halus, hingga Bahasa Sunda kasar. Umumnya, Bahasa Sunda lemes alias halus digunakan ketika berujar pada turunan yang lebih tua ataupun belum kenal, sementara itu Bahasa Sunda kasar digunakan saat berbicara dengan teman yang sudah memadai intim.

Tentu dibutuhkan wawasan mengenai penggunaan Bahasa Sunda lemes ataupun renik ini. Sebab, seseorang dapat tersinggung meski kita secara tidak sengaja menggunakan Bahasa Sunda agresif. Detikers sekali lagi pasti tidak ingin situasi tersebut terjadi, bukan?

Pada hakikatnya, Bahasa Sunda lemes memang digunakan untuk menunjukkan rasa puja pada lawan bicara. Mudah-mudahan enggak riuk tutur ketika bertemu masyarakat Sunda, berikut himpunan Bahasa Sunda lemes paling kecil mahajana yang demap digunakan intern obrolan sehari-hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

1. Abdi

Saat berkunjung ke distrik Jawa Barat, prolog “abdi” pasti habis sering terdengar. Sebab, Abdi berarti saya.

Kamil:
– Abdi badé ulin sareng réréncangan. (Saya mau main dengan teman-teman)

2. Anjeun atau Salira

Anjeun atau salira berguna Anda maupun ia.

Konseptual:
– Abdi bogoh ka anjeun, sayang. (Saya cinta sama kamu, burung laut).

3. Neda alias Tuang

Neda alias Tuang memiliki khasiat makan. Lazimnya, neda diucapkan bagi diri sendiri, padahal tuang diucapkan bakal antagonis bicara.

Teladan:
– Bapa badé tuang? (Ayah mau makan?)

4. Ical

Ical memiliki dua arti, ialah jual dan hilang. Tetapi, kata ical makin mahajana disebutkan untuk konteks bertoko atau berlepau.

Contoh:
– Nu ical cau mah éta di payun. (Yang jual mauz mah itu di depan.)

5. Sami maupun Sarupi

Serupa dengan ical, prolog sami atau sarupi juga memiliki dua arti, yaitu sama atau seperti. Alas kata sami paling umum digunakan saat lawan bicara menitahkan terima pemberian.

Contoh:
– Sami-sami. (Sama-sama)

6. Sawangsulna

Sawangsulna berarti sebaliknya. Kata ini lagi rajin muncul detik lawan bicara mengucapkan songsong rahmat.

Contoh:
– Sumuhun ibu, sawangsulna. (Iya bu, Sambut kasih lagi/terima kasih sebaliknya).

7. Pangéstu, atau Damang

Pangéstu atau Damang mempunyai arti sehat. Kata ini amat sering muncul di mulanya percakapan, terutama saat baru berjumpa sekali lagi setelah sekian lama.

Contoh:
– Kumaha, damang? (Bagaimana segar?/Bagaimana kabarnya? Sehat?)

8. Nuhun

Saat menjenguk ke area Jawa Barat, Engkau tidak bisa melewatkan kata yang satu ini. Nuhun berarti terima kasih.

Contoh:
– Kang, ieu atos nya. Nuhun. (Kak, ini sudah ya. Syukur.)

9. Atos atau Parantos

Dalam Bahasa Indonesia, atos atau parantos artinya sudah lalu. Penggunaan kata ini sama persis seperti kata telah di Bahasa Indonesia, begitu juga kerjakan memberi wara-wara dan congor terima kasih.

Arketipe:
– Abah, hatur nuhun pisan parantos ngadidik abdi janten jalmi nu sholehah. (Ayah, syukur banyak sudah godok saya menjadi orang nan sholehah.)

10. Leres

Leres memiliki arti betul. Alas kata ini dapat berdiri sendiri atau digabungkan begitu juga “leres-leres”.

Contoh:
– Leres pisan! Tilu ditambah tilu téh genep. (Betul sekali! Tiga ditambah tiga itu enam.)

11. Badé maupun Seja

Badé ataupun seja memiliki arti mau atau akan. Alas kata ini yaitu salah suatu nan paling majuh diucapkan makanya masyarakat Sunda.

Contoh:
– Anjeun badé ka warung? Abdi ngiringan, atuh. (Anda mau ke warung? Saya ikut, dong.)

12. Budak ataupun Murangkalih

Budak maupun murangkali punya arti anak. Rata-rata, kata ini digunakan dengan konteks anak asuh yang masih mungil.

Contoh:
– Tingali eta murangkali meni kasép. (Lihat itu anak katai nampan sekali.)

13. Sadaya

Dalam Bahasa Indonesia, sadaya berguna semua. Biasanya khalayak Sunda menambahkan afiks “na” di belakangnya hendaknya artinya menjadi “semuanya”

Teladan:
– Wilujeng énjing sadayana, dinten ieu abdi badé ngajelaskeun syarat vaksin. (Selamat pagi semuanya, tahun ini saya akan menjelaskan syarat vaksin.)

14. Kedah

Kedah n kepunyaan arti harus. Kata ini adalah versi lemes bermula kudu.

Arketipe:
– Upami anjeun hoyong pinter, kedah kénéh tiasa diajar. (Takdirnya kamu mau pinter, harus tetap mau belajar.)

15. Bantun atau Candak

Bantun atau candak memiliki maslahat bopong. Bantun biasanya diucapkan ketika konteksnya yakni diri sendiri, sedangkan candak diucapkan ketika subjeknya adalah manusia enggak.

Contoh:
– Teu kénging lali, nya! Sonten ieu dicandak bukuna. (Jangan lupa, ya! Sore ini dibawa bukunya.)

16. Hilap

Hilap punya arti lupa. Kedua kata ini merupakan versi lemes semenjak poho.

Abstrak:
– Duh! Abdi hilap teu acan ngadamel tugas sakola. (Duh! Saya pangling belum mengerjakan tugas sekolah.)

17. Damel
Damel bermanfaat kerja. Privat Bahasa Sunda Kasar, damel biasa diganti dengan kata gawé.

Contoh:
– Sakedap, nya. Ieu hiji-hiji didamelna. (Sejemang, ya. Ini satu per dikerjakannya.)

18. Dangu

Privat Bahasa Indonesia, dangu artinya tangkap suara.

Teladan:
– Anjeun mah teu ngadangu, nya? (Ia tidak mendengar, ya?)

19. Janten

Janten memiliki kemustajaban kaprikornus. Meski sering diucapkan, banyak orang kurang familiar dengan kata ini lantaran kata kaprikornus internal Bahasa Sunda kasar juga jadi.

Contoh:
– Abdi teu janten kaditu ah upami aya manehna. (Saya tidak makara kesana ah jika terserah engkau.)

20. Tiasa

Jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, tiasa berfaedah kaprikornus.

Paradigma:
– Mang, seblakna tiasa ditambihan endog teu? (Mang, seblaknya bisa ditambahkan telur tidak?)

21. Pauh

Dalam Bahasa Sunda, kata mempelam tidak hanya merujuk pada jenis biji zakar, belaka memiliki kebaikan partikular. Mangga berarti ayo.

Lengkap:
– Pauh ieu caina dileueut heula. (Silakan ini airnya diminum silam.)

22. Sesah

Sesah mempunyai arti susah. Sesah ialah versi lemes berusul hésé.

Konseptual:
– Abdi gaduh réncang téh meni sesah ditepang kieu. (Saya mempunyai temen sulit sekali diajak bertemu.)

23. Dinten

Dinten berguna hari. Lega Bahasa Sunda kasar biasa disebut dengan kata poé.

Contoh:
– Dinten ieu meni hareudang kieu nya. (Perian ini merangsang sekali ya.)

24. Ngajajapkeun

Ngajajapkeun memiliki kelebihan mengantarkan. Prolog ini juga dapat disebut tanpa afiks “-keun”nya.

Transendental:
– Si Kabayan mah keur ngajajapkeun kabogohna heula éta. (Si Kabayan mah sedang mengantarkan pacarnya adv amat itu.)

25. Atanapi

Atanapi n kepunyaan arti atau. Atanapi merupakan Bahasa Sunda lemes dari atawa.

Contoh:
– Saé nu mana? Nu héjo atanapi nu beureum? (Bertambah bagus nan mana? Yang plonco atau nan sirah?

26. Lebet

Dalam Bahasa Indonesia, lebet berarti dalam atau ikut. Lebet ialah versi lemes bermula jero yang lebih tersohor.

Konseptual:
– Upami nganggo Basa Sunda lemes mah namina sanés comro, tapi combet, oncom dilebet. (Sekiranya mengaryakan Bahasa Sunda lemes mah namanya bukan comro, melainkan combet, oncom di dalam).

27. Alit

Sekiranya diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, pulas mata berarti kecil. Alit merupakan varian lemes dari leutik.

Kamil:
– Aduh éta tas meni alit-alit teuing. (Aduh itu tas mungil sekali.)

28. Ageung

Ageung adalah kebalikan dari alit. Ageung punya arti samudra.

Kamil:
– Meni gagah nya éta putra pangageungna (Gagah sekali ya itu anak asuh sulungnya/anaknya yang besar.)

29. Seueur

Seueur berarti banyak. Dalam Bahasa Sunda agresif, seueur punya khasiat nan sekelas dengan loba.

Contoh:
– Mangga atuh ditambih sanguna, seueur kénéh ieu laukna. (Ayo ditambah nasinya, masih banyak ini lauknya.)

30. Mésér alias Ngagaleuh

Mésér maupun ngagaleuh n kepunyaan manfaat beli. Mésér yaitu introduksi lemes dari meuli.

Kamil:
– Raos pisan énjing-énjing mésér jeung neda bubur. (Sedap sekali pagi-pagi beli dan makan bubur.)

Simak Video “Ridwan Kamil Tuntut Arteria Minta Maaf ke Awam Sunda

[Gambas:Video 20detik]
(tey/tey)

Source: https://www.detik.com/jabar/budaya/d-6374874/30-kosakata-bahasa-sunda-lemes-atau-halus-disertai-arti-dan-contohnya