Cara Belajar Anak Sd Di Jepang
Sekaligus menunggu materi yang baru keluar, saya ceritain adapun semangat siswa SD, ya. Harap diingat, ini adalah cerita berdasarkan camar duka saya, bukan mewakili realita di seluruh Jepang. Ini mengenai semangat siswa SD di sekolah asal wilayah di Kota Kochi. Tepatnya, di SD tempat Sang Besar koneksi bersekolah. Jadi jangan unjuk rasa sekiranya kondisinya berbeda dengan SD di palagan lain di Jepang. O ya, tulisan ini akan sangat panjaaang. Kaprikornus kayanya setelah Tanaka Sensei radu koreksi juga, kalian belum selesai baca garitan ini wkwk…
Contents
-
1.
Masa Awal Masuk Sekolah -
2.
Kegiatan di Sekolah-
2.1.
Rak sepatu di Sekolah -
2.2.
Kyuushoku (makan siang tersedia di sekolah) -
2.3.
Kagikko (anak pembawa kunci) dan Jidou kurabu (klub anak asuh-anak) -
2.4.
HP Khusus Anak-anak -
2.5.
Praktik daripada Teori -
2.6.
Partisipasi manusia tua privat kegiatan sekolah
-
2.1.
Masa Awal Turut Sekolah
Mungkin sudah pada tahu, tahun ramalan di Jepang dimulai puas rembulan April. Biasanya perian petunjuk baru bersamaan dengan musim sakura, sehingga foto keluarga pada saat penelaahan siswa baru, kebanyakan berlatar belakang bunga sakura. (Yang demen nonton film/dorama maupun anime Jepang pasti mengangguk-angguk… “Oh, iya… interelasi tatap…”)
Hari pertama turut sekolah, diawali dengan formalitas pendedahan pesuluh yunior. Biasanya semua pada datang dengan setelan jas yang rapi. Orang tua nan mengantar pun, mengaryakan setelan jas juga. Berlainan dengan setelan jas yang dipakai kapan perpecahan sekolah yang condong bercelup terlarang, setelan jas yang dipakai pada upacara pengajian pengkajian murid baru (terutama oleh para ibu) lazimnya berwarna lebih cerah. Warna spektakuler taruna, peach, atau coklat muda.
Para peserta baru memufakati suatu set ki akal paket, dan suatu set gawai peraga pelajaran. Karena semua anak memiliki barang yang sama, makara semua barang harus diberi nama. Dan itu buanyaaak sekali. Misalnya pensil warna, enggak saja kotaknya yang diberi nama, saja setiap pensil. Terpangkal, semua barang yang dibawa ke sekolah harus diberi tanda. Saya masih ingat, tangan saya rasanya kram karena menulis keunggulan entah berapa puluh kali.
Di sekolah anak saya, pada kelas 1-3 yang diutamakan yakni kemampuan melakukan kegiatan sehari-periode secara mandiri dan menguasai tata krama dasar privat bermasyarakat. Karena itu, pada bilang hari awal, anak asuh-anak papan bawah 1 diberi kartu nan sudah diberi kotak-kotak. Fungsinya untuk ditempeli stiker oleh para sukarelawan nan mereka temui di sekitar sekolah kalau mereka mengucapkan salam “Ohayou gozaimasu.” Nantinya jumlah stiker itu akan dihitung, dan yang mengumpulkan stiker terbanyak, akan dapat sanjungan. Sekolah anak saya terletak di dekat silang empat besar, dan setiap jam start dan pulang sekolah, selalu saja ada turunan yang berjaga untuk kontributif anak-momongan menyeberang. Mereka adalah suhu sekolah dan bilang sukarelawan dari awam sekitar.
Kegiatan di Sekolah
Rak sepatu di Sekolah
Jikalau kita memasuki gedung sekolah di Jepang, di lobbynya biasanya tersedia rak sepatu. Baik itu untuk seluruh penghuni sekolah, ataupun untuk tamu (yang kerjakan pelawat biasanya disediakan rak terpisah), kaprikornus kita masukkan sepatu ke rak itu, dan mengambil sandal yang disediakan. Lakukan para siswa, mereka memakai sepatu khusus internal kolom yang disebut “uwabaki”. Biasanya uwabaki ditinggal di sekolah, dan dibawa pulang seminggu sekali cak bagi dicuci.
Kyuushoku (bersantap siang terhidang di sekolah)

Les di sekolah dimulai dari jam 9 pagi setakat jam 3 tunggang. Karena sekolahnya dari pagi sampai sore, pasti saja disediakan makan siang. Di tempat anak saya bersekolah, makan siang disediakan di sekolah (給食 kyuushoku), jadi enggak perlu mengirimkan bekal. Setiap bulan, diedarkan plano menu (献立 -kondate), bintang sartan orang sepuh boleh tahu menu segala yang akan dikeluarkan, dan bisa memberi tahu pihak sekolah seandainya anaknya ada alergi bahan makanan tertentu. Setiap hari, secara bergantian para siswa melayani tara-temannya bersantap (kebanyakan rotasinya seminggu). Mereka memakai pakaian koki, mengambil rahim di pantry, kemudian berselang -selang mengisi penampan milik temannya. Ada yang kebagian mengisikan nasi, sup, sayur…
Beberapa kali intern 1 tahun, ibu bapak boleh datang meninjau pelaksanaan pelajaran (参観日= sankanbi – hari peninjauan), dan saya sempat shock saat pertama kali melihat anak-momongan mengangkut sup dari pantry… pakai timba…. Duh, saya sinkron keingat sapi dan kambing peliharaan bapak saya di Blitar sana, makanannya kembali diangkut pakai baldi 😀 Setelah makan siang selesai, biasanya mereka refleks membersihkan kelas. Menyapu dan mengepel.
Kagikko (anak pembawa pokok) dan Jidou kurabu (klub anak-anak)
Lazimnya keluarga di Jepang ialah keluarga inti, yaitu ayah bunda dan anak sekadar. Kaprikornus, sekiranya hamba allah tuanya bekerja di luar rumah, pada momen anak pulang sekolah di rumah tak terserah siapa-bisa jadi. Untuk anak asuh nan mutakadim raksasa (rata-rata kelas 4 ke atas), mereka diberi kiat rumah seorang, sehingga bisa langsung pulang. Sebutan bikin mereka ialah 鍵っ子 (kagikko = anak asuh pengusung buku). Agar tidak hilang, biasanya mereka menyangkutkan kuncinya di gala. Sedangkan lakukan anak-momongan nan masih kecil (papan bawah 1-3), disediakan tempat lakukan menunggu nan disebut 児童クラブ (jidou kurabu = klub anak-anak). Di tasik mereka akan ditemani takhlik PR, diberi makanan katai (おやつ = oyatsu), dan ditemani bermain sampai sekitar pukul 5 tunggang ketika individu tuanya pulang ke rumah. Di lingkungan panggung saya tinggal, selain jidou kurabu yang ada di sekolah, juga cak semau semacam jidou kurabu yang dikelola oleh masyarakat. Kaprikornus anak-momongan yang tidak bisa masuk di jidou kurabu karena keterbatasan tempat, bisa menunggu makhluk tuanya di situ.
HP Spesial Anak asuh-anak asuh
O ya, di SD anak saya, tidak diperkenankan membawa hape. Kalau terpaksa harus mengangkut hape ke sekolah, orang tuanya harus menandatangani surat perjanjian (menjamin anaknya enggak main hape detik kursus, tidak memaksudkan pihak sekolah jika terjadi kehilangan blablabla). Lazimnya kalaupun mereka terpaksa bopong hape, itu hape distingtif anak-anak, yang isi kontaknya semata-mata bisa 3 orang dengan fasilitas GPS sehingga orang tua bisa memantau lokasi anaknya saat main di luar.
Praktik tinimbang Teori
Yang saya suka pada SD di Jepang, mereka mempelajari sesuatu dengan praktik, bukan sekadar teori. Untuk pelajaran olahraga suka-suka tanah lapang termengung, lapangan tertutup dan kolam renang. Bagi pelajaran musik suka-suka ruang musiknya. Untuk cak bimbingan privat, ada dapur nan bisa dipakai lakukan praktik memasak.
Setiap menjelang intiha tahun wangsit, kebanyakan mereka mengadakan semacam pentas seni. Masing-masing kelas bawah menunjukkan kemahirannya dalam bermusik. Saya kagum sekali, anak kelas bawah 1 SD boleh kompak bermain musik sebagaimana orchestra, tapi lebih kagum kembali lega suhu pembimbingnya. Selain itu, setahun sekali diadakan lagi pertandingan olahraga (運動会 = undoukai).
Partisipasi orang tua dalam kegiatan sekolah
Cak bagi membantu kelancaran kegiatan di sekolah, biasanya pihak sekolah menghimbau ibu bapak cak bagi berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Selain membantu kegiatan tahunan sekolah sama dengan persiapan undoukai, pentas seni, menunggu balong renang sreg saat libur musim panas, atau mendukung pelaksanaan perniagaan sekolah, ibu bapak juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan rutin mingguan. Saya ikut dalam kegiatan 読み聞かせ (yomikikase = membacakan anak kunci cerita). Meskipun anak-anak mutakadim bisa mendaras, mereka habis menikmati jikalau dibacakan narasi. Mereka akan duduk di lantai, dan si pembaca cerita akan mengimlakan taktik di depan mereka. Waktunya lain lama, sekitar 10 menit saja setiap minggunya. Jadi saya mampir dulu ke sekolah sebelum berangkat kerja. Mencari bacaan nan sesuai bikin anak inferior rendah bertambah rumpil daripada kerjakan anak asuh-anak kelas atas. Harus mengejar objek bacaan yang kata-katanya mudah dicerna dan biasanya hampir semua ditulis dengan hiragana, dan kadang saya bimbang harus menjatah jeda di mana. Karena itu, lazimnya sehari sebelum ke sekolah, saya berlatih dulu di rumah. Asliii… lebih mudah baca novel, karena ada huruf kanjinya, daripada baca buku anak-anak asuh yang tulisannya hiragana melulu. Eh, tahun saya mengajukan diri jadi anggota yomikikase, sempat dilihat dengan pandangan “Serius lo? Emang bisa?” dari orang-basyar yang hadir.
Hmm… panjang kan? Saya sejumlah juga apa… 😛
Source: https://wkwkjapan.com/budaya-kehidupan/kehidupan-siswa-sd-di-jepang/
Posted by: skycrepers.com