Matematika Realistik (MR)

Ilmu hitung realistik yang dimaksudkan internal hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan asam garam peserta perumpamaan titik tadinya pendedahan. Problem-keburukan realistik digunakan ibarat sumber munculnya konsep-konsep matematika atau kabar matematika formal. Penelaahan matematika realistik di kelas bawah berorientasi pada karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan sekali lagi konsep-konsep matematika. Dan siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk menuntaskan kebobrokan sehari-perian. Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi murid, interaktif dan keterkaitan. (Trevers, 1991; Van Heuvel-Panhuizen, 1998). Di sini akan mengepas menjelaskan mengenai karakteristik RME.

a. Menggunakan konteks “manjapada berwujud” yang tak hanya sebagai perigi matematisasi sekadar juga sebagai palagan untuk mengaplikasikan sekali lagi matematika. Pengajian pengkajian matematika realistik diawali dengan masalah-masalah nan nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara sekaligus. Proses pengudakan (inti) terbit proses yang sesuai dari peristiwa maujud yang dinyatakan oleh De Lange (1987) seumpama matematisasi contoh. Dengan pembelajaran ilmu hitung realistik pelajar dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konep-konsep matematika ke permukaan baru dan dunia berwujud. Makanya karena itu bagi mewatasi konsep-konsep ilmu hitung dengan camar duka sehari-tahun terlazim diperhatikan matematisasi camar duka sehari-hari dan penerapan matematika internal sehari-hari.

b. Menggunakan acuan-contoh (matematisasi) istilah contoh ini berkaitan dengan teladan peristiwa dan lengkap matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri. Dan berperan perumpamaan jembatan bagi siswa dari situasi real ke peristiwa maya atau bersumber matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat arketipe sendiri kerumahtanggaan mengamankan masalah. Model situasi merupakan model yang karib dengan marcapada faktual pelajar. Generalisasi dan formalisasi arketipe tersebut. Melintasi penalaran matematika model-of akan bergeser menjadi model-for masalah nan sebangsa. Puas akhirnya akan menjadi abstrak matematika baku.

c. Menunggangi produksi dan konstruksi streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting privat proses sparing. Garis haluan-strategi formal murid yang berupa prosedur pemecahan ki aib konstekstual adalah sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjur yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika konvensional.

d. Memperalat interaktif. Interaktif antara siswa dengan suhu adalah peristiwa yang mendasar n domestik penelaahan matematika realistik. Bentuk-tulangtulangan interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi, penjelasan, pengecekan, setuju, tidak setuju, tanya, digunakan cak bagi mengaras bentuk resmi berpokok bentuk-bentuk informal murid.

e. Menggunakan keterkaitan privat pembelajaran ilmu hitung realistik. Dalam pengajian pengkajian suka-suka keterkaitan dengan bidang yang tak, jadi kita harus memperhatikan juga rataan-bidang yang lainnya karena akan berpengaruh lega pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika biasanya diperlukan pengumuman nan kompleks, dan lain hanya aritmatika, aljabar, ataupun geometri semata-mata lagi satah tidak.

Penerimaan Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik merupakan teori belajar mengajar intern pendidikan matematika. Teori pembelajaran matematika realistik purwa kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada waktu 1970 oleh Jamiah Freudenthal. Freudenthal berpendapat bahwa matematika harus diartikan dengan realita dan ilmu hitung merupakan aktivitas manusia. Mulai sejak pendapat Freudenthal memang benar alangkah baiknya n domestik pembelajaran matematika harus suka-suka hubungannya dengan maklumat dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Matematika harus sanding dengan anak dan usia sehari-tahun. Upaya ini dilihat berbunga berbagai ragam kejadian dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik ini dimaksudkan bukan mengacu pada realitas pada realitias saja plong sesuatu yang dapat dibayangkan.

Tentang menurut rukyah konstruktifis pembelajaran matematika adalah mengasihkan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuan seorang melalui proses internalisasi. Master dalam hal ini bermain bak fasilitator. Dalam pengajian pengkajian matematika suhu memang harus memasrahkan kesempatan kepada pesuluh untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan kemampuan siswa sendiri dan guru terus memantau atau mengarahkan siswa n domestik pembelajaran walaupun siswa sendiri yang akan menemukan konsep-konsep matematika, setidaknya guru harus terus mendampingi pesuluh dalam penerimaan ilmu hitung.

Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran ilmu hitung mendekati pada:
1. Pengetahuan dibangun dalam ingatan melalui proses asimilasi atau akomodasi.
2. Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah petatar dihadapkan kepada segala.
3. Deklarasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya adapun dunia menerobos suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya.
4. Muslihat pembelajaran yakni bagaimana siswa berpikir dalam-dalam, tak apa yang mereka katakan alias tulis.

Pendapat Davis tersebut, dalam pembelajaran matematika murid mempunyai pengetahuan privat nanang melalui proses fasilitas dan siswa pun harus bisa menguasai masalah yang akan dihadapinya. Peserta memafhumi butir-butir baru dikaitkan dengan asam garam sehari-hari secara logis, intern pembelajaran ini harus dapat mengerti dan berpikir sendiri dalam menyelesaikan masalah tersebut, kaprikornus tidak tergantung kepada guru, pelajar juga dapat mempunyai cara tersendiri lakukan menyelesaikan ki kesulitan.

Konstruktivis ini dikritik maka itu Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi satu konsep teristiadat memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini makanya Vygotsky disebut konstruktisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor, 1993; Atwel, Bleicher dan Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), adalah Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sepantasnya yang didefinisikan bak kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa maupun melintasi kerja sejajar dengan tampin seprofesi yang lebih berpunya. Scraffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa sepanjang tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberi kesempatan untuk mengaplus tanggung jawab yang semakin besar selepas ia boleh melakukannya (Slavin, 1997). Makara Zone of Proximal Development ini ada petatar yang menyelesaikan masalah secara koteng, dan ada siswa yang mengendalikan masalah harus dengan persetujuan orang dewasa. Sementara itu scraffolding memiliki tahap-tahap pendedahan, dalam penerimaan semula pesuluh dibantu, tapi bantuan itu abnormal demi sedikit dikurangi. Sesudah itu siswa diberikan kesempatan bakal mengamankan keburukan sendiri dan mempunyai bahara jawab yang semakin besar setelah siswa dapat melakukannya. Scraffolding yakni bantuan yang diberikan kepada peserta untuk belajar memecahkan ki kesulitan. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke internal langkah-ancang pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain nan memungkinkan murid itu berlatih mandiri.

Kaidah penemuan dapat diinspirasikan maka dari itu prosedur-prosedur pemcahan informal, sedangkan proses penemuan kembali memperalat konsep matematisasi. Ada dua jenis matematisasi diformlasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Contoh matematisasi mengufuk yaitu pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasian ki kesulitan dalam cara-mandu yang berbeda dan pentransformasian komplikasi dunia betulan ke dunia matematika. Model matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-ikatan dalam rumus, perbaikan dan penyelesaian transendental matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisasian. Kedua jenis ini mendapat perhatian sekelas, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai yang sama. Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan privat pendidikan matematika dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik.

Pendekatan mekanistik adala pendekatan secara tradisional dan didasarkan puas segala nan diketahui dan asam garam sendiri. Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika enggak diajarkan dan siswa diharapkan dapat menemukan sendiri melampaui matematisasi horizontal, pendekatan strukturalistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya dalam pengajaran penghitungan secara panjang mesti didahului dengan nilai ajang, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik ialah suatu pendekatan yang menunggangi masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi mengufuk dan vertilal diharapkan siswa dapat menemukan konsep-konsep matematika.

Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi ilmu hitung sebagai hasil dari pemecahan ki aib dan penyajian ki aib maka dari itu manusia (Ernest, 1991). Dalam penerimaan matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio. Siswa berinteraksi dengan master, dan bersendikan sreg pengalaman informal peserta meluaskan strategi-garis haluan buat merespon masalah nan diberikan. Karakteristik pendekatan konstrutivis sosio ini dulu sesuai dengan karakteristik RME. Konsep ZPD dan Scraffolding kerumahtanggaan pendekatan konstruktivis sosio, di internal pendedahan matematika realistik disebut dengan penemuan juga terlatih. Menurut Graevenmeijer (1994) walaupun kedua pendekatan ini n kepunyaan ekualitas tetapi kedua pendekatan ini dikembangkan secara terpisah. Perbedaan keduanya adalah pendekatan konstruktivis sosio merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat awam, sedangkan pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan spesial yaitu sahaja n domestik penataran ilmu hitung.

Implementasi pengajian pengkajian Matematika Realistik

Buat memasrahkan cerminan tentang implementasi pembelajaran matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran rekahan di sekolah bawah (SD). Sebelum mengenalkan retakan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan boleh diawali dengan penjatahan menjadi bilangan yang sekufu misalnya pembagian kue, supaya siswa mengetahui pembagian privat bentuk yang tersisa dan yang terjadi kerumahtanggaan jiwa sehari-hari. Sehingga pesuluh benar-etis memahami pembagian setelah peserta mengetahui pembagian menjadi bagian yang setinggi, hijau diperkenalkan istilah pecahan. Penelaahan ini sangat berbeda dengan pengajian pengkajian bukan matematika realistik dimana peserta sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Penelaahan ilmu hitung realistik diawali dengan marcapada aktual, agar dapat melincirkan peserta intern membiasakan ilmu hitung, kemudian siswa dengan uluran tangan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan privat keburukan sehari-perian atau internal latar tak.

Kaitan Antara Penelaahan Matematik Realistik dengan Signifikasi

Seandainya kita perhatikan para guru dalam mengajarkan matematika senantiasa terlontar introduksi “bagaimana, apa mengerti?” siswa lagi segera menjawab mengerti. Siswa belalah mengeluh, seperti berikut,”pak…pada saat di kelas bawah saya memafhumi penjelasan buya,belaka begitu sampai dirumah saya tengung-tenging,”atau” pak…pron bila dikelas saya memaklumi contoh yang bapak berikan, semata-mata saya tidak boleh memecahkan soal-soal les”.

Segala apa yang dialami oleh siswa lega ilustrasi diatas menunjukkan bahwa peserta belum memafhumi maupun belum mempunyai deklarasi konseptual. Siswa nan mengerti konsep dapat menemukan kembali konsep yang mereka lupakan.

Mitzell(1982) mengatakan bahwa, hasil belajar petatar secara langsung dipengaruhi makanya asam garam petatar dan faktor kerumahtanggaan. Pengalaman belajar petatar dipengaruhi oleh unjuk kerja master. Bila siswa dalam belajarnya bermanfaat atau terjadi pengait antara pesiaran baru dengan jaringan representasi, maka pesuluh akan mendapatkan suatu denotasi. Mengembangkan signifikasi yaitu tujuan pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak boleh mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Dengan kata lain, matematika dimengerti bila representasi mental adalah bagian bermula jaringan representasi (Hieber dan carpenter,1992). Matematika bukan namun dimengerti tapi harus mendalam memaklumi persoalan nan semenjana dihadapi. Umumnya sejak anak-anak orang telah mengenal ide matematika. Melampaui pengalaman dalam umur sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang makin mania, misalnya mengenai bilangan, pola, rang, data, matra,dan sebagainya. Anak asuh sebelum sekolah berlatih ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa pesuluh cak bertengger kesekolah bukanlah dengan kepala “hampa” nan siap diisi dengan apa tetapi. Pengajian pengkajian disekolah akan lebih berjasa bila guru mengaitkan dengan apa nan telah diketahui anak. Pengertian siswa tentang ide matematika dapat dibangun melalui sekolah, jika mereka secara aktif mengaitkan dengan pengetahuan mereka. Hanna dan yackel (NCTM,2000) mengatakan bahwa membiasakan dengan pengertian dapat ditingkatkan melangkahi interaksi papan bawah dan interaksi sosial dapat digunakan untuk memopulerkan keterkaitan di antara ide-ide dan mengorganisasikan pengetahuan kembali. Dalam pembelajaran temperatur haruslah berinteraksi dengan petatar, hendaknya siswa lebih mudah memafhumi segala apa yang mutakadim diajarkan, tentunya n domestik pembelajaran harus dikaitkan dengan umur nyata untuk melajukan pesuluh dalam belajar.
Pembelajaran matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa bagi menemukan pula dan mengarifi konsep-konsep matematika bersendikan plong kelainan realistik yang diberikan makanya guru. Situasi realistik intern masalah memungkinkan siswa menggunkan cara-cara informal untuk membereskan masalah. Cara-cara informal petatar yang merupakan produksi siswa menjabat peranan terdepan n domestik kreasi kembali dan memahami konsep. Situasi ini berfaedah warta nan diberikan kepada pelajar sudah dikaitkan dengan skema anak. Melangkahi interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi lebih awet. Dengan demikian, pembelajaran matematika realistik akan mempunyai kontribusi nan terlampau tinggi dengan denotasi peserta.