Contoh Implementasi Pembelajaran Kemampuan Reading Untuk Anak Sd

PENGAJARAN READING (Mengaji)

Pengajaran READING (Membaca)

(Melintasi Pendekatan Konstruktivisme; laksana sebuah alternatif)

Some features of the communicative approach, such as the use of authenticlearning materials, the emphasis on the significance (meaning) rather than form(form) language, and the use of interaction in the learning process of students,are still relevant to the purpose of mastering English as a tool to communicate.However, in the world of teaching in general has developed several alternativeapproaches, which one of them is the constructivist approach. In this article, the author will introduce a arketipe for the application of constructivist approaches inteaching English as a foreign language, especially for the teaching of reading.

Pengenalan sendi: Pendekatan Konstruktivis, Reading, TEFL

A. Pendahuluan

Mengaji puas hakikatnya merupakan proses membangun makna berbunga pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol tulisan. Intern proses tersebut, pembaca mengintegrasikan atau mengaitkan antara informasi, pesan kerumahtanggaan garitan dengan pengetahuan maupun pengalaman yang telah dimiliki (skemata) pembaca. Dalam proses membaca, pembaca memperalat beragam ketrampilan meliputi ketrampilan fisik dan mental.

Aspek konstruktif dalam proses membaca, mencakup kegiatan menggunakan kesan sensori visual dan hasil tafsiran bersama-seperti latar birit pengalaman untuk membangun makna. Membangun makna mulai sejak bacaan merupakan proses aktif dalam mendaras. Pembaca tidak namun menyerap makna dengan mengambil berpunca alas kata-kata yang dilihat dengan alat penglihatan, tetapi mereka juga harus berinteraksi dengan referensi melewati makrifat yang suka-suka intern latar bokong takrif yang dimiliki pembaca.

B. Pembahasan

Pengertian Pendekatan Konstruktivisme

Wikipedia (2008:1) menurunkan definisi “constructivism may be considered an epistemology (a philosophical framework or theory of learning) which argues humans construct meaning from current knowledge structures”

Dikatakan bahwa anak adam membangun pengetahuan dan kognisi mereka tentang dunia dengan mengalami sesuatu dan merefleksikan sesuatu itu dengan pengalaman yang diperoleh koteng intern vitalitas sebelumnya. Artinya, saat kita menghadapi sesuatu nan mentah, hendaknya sesuatu yang baru itu dipadukan dengan ide dan pengalaman positif nan diperoleh di masa sebelumnya.

Pangkal pemikiran konstruktivisme yakni: embaran merupakan hasil konstruksi basyar. Individu yang belajar tidak hanya ki belajar atau mencerminkan segala apa yang nan diajarkan, melainkan menciptakan konotasi sendiri (Bettencourt, dalam Suparno, 1997). Menurut pandai konstruktivisme, siaran bukan mungkin ditransfer kepada orang tak karena setiap khalayak membangun pengetahuannya sendiri.

Penerapan konstruktivisme dalam proses belajar – mengajar menghasilkan metode pengajaran yang menekankan aktivitas utama pada siswa (Fosnot, 1996; Lorsbach & Tobin, 1992). Teori pendidikan nan didasari konstruktivisme memandang murid sebagai orang yang menanggapi secara aktif bahan – bahan dan keadaan – peristiwa dalam lingkungannya, serta memperoleh pemahaman tentang seluk-beluk bahan-objek dan peristiwa-peristiwa itu.

Menurut teori ini, terbiasa disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam kegiatan penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melangkahi berbagai pengalaman nan memungkinkan terbentuknya pengumuman. Mereka harus menjalani seorang beragam pengalaman yang lega akhirnya memberikan tempias pemikiran (insight) tentang pengetahuan-siaran tertentu. Hal terpenting n domestik pembelajaran adalah murid perlu memintasi bagaimana caranya membiasakan (Novak & Gowin, 1984). Dengan itu, ia bisa jadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri permakluman-kabar yang ia butuhkan dalam spirit.

Pandangan konstruktivisme adapun pendidikan menonjolkan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan beliau sparing. Ini mengingatkan kepada teori kronologi pecah tokoh psikologi serebral yang sekali lagi merupakan keseleo satu dasar semenjak konstruktivisme., Teori Konstruktivisme dikembangkan beralaskan gagasan Jean Piaget dan Lev Vigotsky, kedua pakar tersebut mengemukakan bahwa transisi psikologis hanya terjadi jika konsep yang telah difahami sebelumnya diselesaikan melintasi proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Piaget (1954) mengatakan bahwa anak mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melintasi pengalaman berdapat objek-objek di lingkungan. Merujuk pendapat Piaget ini, anak merupakan pembelajar nan pada dirinya sudah mempunyai motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi bersumber tindakan-tindakannya.

Konstruktivisme memandang pengajar sebagai mitra para siswa kerjakan menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan menjangkitkan pengetahuan berpokok temperatur ke murid melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun seorang pengetahuannya. Kegiatan mengajar di sini ialah sebuah partisipasi dalam proses belajar. Pembimbing ikut aktif bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, berpose kritis dan mengasihkan penilaian-penilaian terhadap berbagai keadaan. Mengajar dalam konteks ini ialah membantu siswa untuk nanang secara peka, berstruktur dan logis dengan mengikhlaskan mereka berpikir sendiri.

Pendekatan konstruktivisme adalah salah suatu alternatif pendekatan dalam pendedahan membaca. Pendekatan ini menekankan peranan pembelajar secara aktif dan kreatif. Melalui proses aktif dan ki berjebah inilah diharapkan pembelajar memperoleh prestasi hasil belajar yang baik sesuai dengan pamrih nan telah ditetapkan. Sejalan dengan tujuan pembelajaran kurikulum bahwa pembelajaran mengaji sebaiknya siswa n kepunyaan kegemaran dan keterampilan mengaji serta meningkatkan pengetahuan lakukan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Ciri dan Kaidah – mandu Pendekatan Konstruktivisme

Proses belajar dan mengajar yang menggunakan pendekatan konstruktivis memiliki ciri- ciri (Carr dkk., 1998: 8-9) sebagai berikut:

(1) murid-siswa lebih aktif dalam proses membiasakan karena titik api belajar mereka pada proses integrasi permakluman yang baru dengan pengalaman pemberitahuan mereka nan lama;

(2) setiap rukyat yang farik akan dihargai dan sekaligus diperlukan; murid-peserta didorong cak bagi menemukan bineka kemungkinan dan mensintesiskan secara terstruktur,

(3) proses penelaahan harus mendorong adanya kerjasama, tapi tidak buat bersilaju. Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan murid untuk memahfuzkan pelajaran lebih lama;

(4) dominasi kederasan dan fokus pelajaran ada pada murid; pendirian ini akan lebih memberdayakan murid;

(5) pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang enggak tanggal berasal konteks dunia nyata.

Selanjutnya ada empat keadaan yang perlu diperhatikan dalam penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pengajian pengkajian bahasa.

a. Ditinjau dari segi musim, belajar merupakan pendewasaan turunan, kerumahtanggaan rangka merefleksikan barang apa kebutuhan yang diperlukan, baik maka itu pendidik maupun oleh siswa.

b. Fokus utama proses pembelajaran adalah adanya suatu pemahaman dan penampilan penampilan nan diharapkan terbit siswa.

c. Belajar merupakan satu proses sosial yang bisa berbentuk dorongan untuk bekerja sekufu, menggunakan ketrampilan beristiadat, menyertakan siswa dalam suasana standard yang sebenarnya, mendorong siswa untuk melakukan dialog dan komunikasi dengan hawa dan semua siswa.

d. Belajar bahasa dalam keterkaitannya dengan masalah-problem lain. Artinya, belajar bahasa memiliki keterkaitan dengan segala apa sesuatu yang ada di sekitar lingkungan hidup.

Peran Guru privat Proses Pendedahan

Dari prinsip-prinsip di atas dapat dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran ialah proses nan aktif. Mileu sparing perlu dikondisikan agar memiliki kejadian yang mampu membuat siswa dapat menciptakan pengetahuan melalui aktivitasnya seorang, baik awak maupun mental.

Lebih lanjut, dalam proses pembelajaran guru harus berlaku sebagai;

a. Fasilitator, guru harus merencanakan dan mengorganisasikan proses pendedahan dengan baik.

b. Pembimbing (guide), temperatur melakukan bimbingan dan penyuluhan, menerimakan arahan-arahan kerjakan membantu petatar kerumahtanggaan proses pembelajaran.

c. Berpikir dalam-dalam terbuka (open minded), guru diharapkan dapat mengakomodasikan segala cara untuk hingga ke efektifitas pembelajaran.

d. Pendukung (supporter), guru diharapkan subur menyerahkan saran, tantangan kreatifitas, dan berpikir nonblok.

e. Memufakati cara belajar tersendiri, suhu harus selalu makmur mencacat barang apa kemungkinan – probabilitas adanya faedah, keperluan, dan perasaan setiap siswa (Arbainsyah: 70-71).

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

1. Discovery Learning,
Dalam pola ini, petatar didorong buat belajar sendiri, berlatih aktif melintasi konsep konsep, prinsip-cara, dan temperatur laksana motivatornya.

Permulaan, guru mengidentifikasi kurikulum. Selanjutnya memandu pertanyaan, menyervis teka-teki, dan menguraikan bermacam ragam permasalahan.

Kedua, soal yang fokus harus dipilih untuk memandu siswa ke arah kognisi yang bermakna. Siswa lewat memformulasikan jawaban temporer (postulat).

Ketiga, mengumpulkan data dari beraneka rupa perigi yang relevan, dan menguji hipotesis.

Keempat, siswa menciptakan menjadikan konsep dan kaidah.

Kelima, master memandu proses berfikir dan diskusi siswa, untuk mengambil keputusan.

Keenam, memikirkan pada masalah nyata dan merebus pemikiran kebaikan menuntaskan penyakit.

Proses ini mengajarkan siswa kerjakan memahami isi dan proses kerumahtanggaan musim yang bersamaan. Dengan alas kata lain, murid belajar mengatasi ki aib, mengevaluasi solusi, dan berakal.

2. Pembelajaran Berbasis Masalah
Privat model ini, pesuluh dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk mereka. Persoalan sesungguhnya dari pembelajaran berbasis kelainan adalah menyangkut masalah maujud, manuver murid, dan kolaborasi diantara mereka buat menyelesaikan masalah.

Permulaan, hawa memotivasi diri pesuluh, dan mengarahkannya kepada permasalahan.

Kedua, master membantu pelajar dengan memberi wahi tentang literatur yang tersapu keburukan, dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membentuk kelompok kerja.

Ketiga, guru menggalakkan peserta untuk berburu lebih banyak literatur, melakukan percobaan, membuat penjelasan bikin menemukan solusi. Sehabis itu, secara mandiri, kerubungan kerja siswa melakukan penyelidikan.

Keempat, keramaian kerja petatar mempresentasikan hasil temuannya, baik itu berupa mualamat, video, sempurna, dan dibantu hawa kerumahtanggaan mendiskusikannya.

Kelima, kerubungan kerja siswa menganalisis, dan mengevaluasi proses perampungan penyakit. Pada putaran ini pula, suhu membantu pelajar dalam merefleksikannya.

Puas transendental ini, guru dan siswa sambil dalam proses, sesuai dengan porsinya. Mereka bersama – separas untuk mengkaji, mendaras, menulis, meneliti, berbicara, manfaat mendekati pada penyelesaian keburukan selayaknya kerumahtanggaan hidup yang positif.

Pengertian dan Hakikat Membaca

Banyak definisi tentang membaca yang dikemukakan maka itu para juru. Goodman (1996:2-3) menyatakan bahwa mengaji merupakan satu proses dinamis kerjakan merekonstruksi suatu pesan yang secara grafis dikodekan maka itu penyalin. Di dalam proses ini, penulis melakukan pengkodean linguistik yang kemudian diuraikan makanya pembaca bikin mendapatkan kognisi atau makna. Panitera mengkodekan perasaan ke privat bahasa, pembaca meniadakan kode tersebut menjadi perhatian dan makna. Dengan demikian dalam membaca terjadi interaksi antara bahasa dan perhatian.

Membaca adalah kegiatan mengkonstruk makna. Melalui mengaji, pembaca merekonstruksi pesan yang disampaikan penulis kerumahtanggaan teks. Berkenaan dengan itu, Rosenblatt (dalam Tompkins, 1991:267) berpendapat bahwa mengaji yaitu proses transaksional. Proses membaca meliputi bilang langkah sejauh pembaca mengkonstruk makna melewati interaksinya dengan teks atau bahan bacaan. Makna dihasilkan menerobos proses transaksional ini.

Kegiatan mendaras merupakan aktivitas berbahasa yang berwatak reseptif kedua setelah menyimak (listening). Perantaraan antara penutur (dabir) dengan penerima (pembaca) bersifat bukan langsung. Berbagai macam informasi entah itu berita, cerita atau ilmu laporan dan lain-bukan adv amat efektif diumumkan melewati sarana tulisan, baik dalam rancangan sahifah manifesto, majalah, sertifikat, edaran, buku-buku cerita, buku latihan, literatur dan sebagainya. Dengan demikian aktivitas membaca tentang beragam sumur informasi tersebut akan sangat mengekspos dan memperluas dunia dan horizon seseorang.

Pelaksanaan Penelaahan Mengaji Dengan Pendekatan Konstruktivisme

Pembelajaran mendaras dengan pendekatan konstruktivisme boleh diaktualisasikan antara bukan n domestik kegiatan laksana berikut;

Bermula matrik di atas dapat dilihat tahap-tahapnya;

1. Tahap Pengamatan

Pengamatan terhadap tindakan pem-belajaran mengaji kesadaran dilakukan bersama pelaksanaan tindakan. Hal ini dilaksanakan secara intensif, obyektif, dan bersistem. Dalam tahap ini master mengenal, membordir, dan mendokumentasikan semua parameter dari proses hasil perubahan yang terjadi baik dari tindakan yang terencana maupun dampak intervensi dalam pembelajaran.

2. Tahap Refleksi

Refleksi diadakan setelah siklus tersebut berjauhan. Kelainan nan didiskusikan mencantol kegiatan menganalisis tindakan nan hijau dilakukan, mengulas dan mengklarifikasi perbedaan rencana dan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan, dan melakukan intervensi, pemaknaan, penyimpulan data yang diperoleh. Hasil refleksi ini dimanfaatkan sebagai masukan pada tindakan selanjutnya.

Tidak ada satupun teori tunggal konstruktivisme, begitu pula tidak ada suatu-satunya transendental pendedahan sebagai penerapan konstruktivisme. Biarpun demikian banyak dari kaum konstruktivis, merekomendasikan kepada pendidik bahwa:

1. Pengajian pengkajian melekat intern lingkungan belajar yang kegandrungan, realistis, dan relevan.
2. Menyediakan negosiasi sosial, dan tanggungjawab bersama sebagai babak pecah

penerimaan.
3. Mendukung pandangan bervariasi dan memperalat representasi yang juga beragam terhadap

isi yang dipelajari.
4. Meningkatkan kesadaran diri dan pengertian bahwa pengetahuan itu dibangun, dan
5. Menyorong kesadaran dalam pembelajaran.

Semua tahapan ini bisa dikondisikan oleh Ahli bahasa Inggris baik untuk tingkat M Ts maupun MA. Membaca (Reading) merupakan aspek ketrampilan berbahasa, di samping ketrampilan bahasa lainnya, yang harus terus ditingkatkan pencapaian kemampuannya. Dengan penerapan yang repetitif – ulang maka peningkatan kemampuan membaca (reading) para guru akan tercapai. Lebih lanjut, pangkat ini dapat diterapkan di kelas sekolah masing – masing sehingga kemampuan membaca para pelajar lagi boleh ditingkatkan.

C. Kesimpulan

Buat belajar, anak mesti aktif. Untuk membiasakan mengaji, anak harus membaca, mengatakan tentang apa yang mereka baca, atau menyatakan tentang ide nan ada dalam buku. Kegiatan mental intern membangun pengetahuan baru adalah hasil dari kegiatan jasad (dalam kejadian ini, membaca adalah kegiatan awak). Momongan akan belajar ketika mereka mempunyai camar duka dalam menggalakkan skemata yang mengikutsertakan mental.

Momongan memperoleh bahasa secara alamiah melalui interaksi dengan orang dewasa dan anak tidak. Meski siswa menjadi pembaca yang laju seharusnya guru atau turunan dewasa menyisihkan materi alias bahan-incaran pustaka, menyediakan waktunya bakal menanya tentang materi wacana sreg anak, dan menjadi model membaca lakukan anak. Proses membaca terjadi apabila terjalin interaksi antara pembaca dengan referensi bacaan. Dalam membaca terjadi transaksi antara aktivitas jiwa pembaca dengan teks referensi. Kebijakan yang diterapkan oleh guru akan sangat membantu peningkatan kemampuan pesuluh.

DAFTAR RUJUKAN

Arbainsyah, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan Mengaji Pemahaman Interpretatif Peserta, Telabang: Surat kabar Kependidikan Piutang I, Nomor I, Januari-Juni, 2008

Baradja, Muhammad Fuad. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa, Malang: FKIP.

Bernard, E. S. 2005. Kompetensi Mengaji, Yogyakarta: Balitbang LP3 UMY

Brooks, J.G. & Brooks, M.G. 1999. In Search of Understanding the Case for Constructivist Classrooms. Alexandria, Va.: ASCD.

Carr, A.A., Jonassen, D.H., Litzinger, M.E. & Marra, R.M. 1998. Good Ideas to Foment Educational Revolution: The Role of Systemic Change in Advancing Situated Learning, Constructivist, and Feminist Pedagogy. Educational Technology, 38 (1): 5-15.

Cox, Carole & James Zarrillo. 1999. Teaching Reading with Children’s Literature, New York: Mac Millan Publishing Company

Fachrurrazy. 1993. Teaching English Language Skills and Components: A Handbook for TEFL Course. Malang: English Department FPBS IKIP Malang.

Fachrurrazy. JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2002: 1-6

Flood, J. & Lapp, D. 1989. Reading Comprehension Instruction: Research on Teaching Specific Aspects of the English Language Arts Curriculum.

Fosnot, C. 1996. “Constructivism: A Psychologycal Theory of Learning”.Internal C. Fosnot (Pengedit): Constructivism: Theory, Perspectives, and Practice. New York: Teachers College

Jonassen, D.H. & Rohrer-Murphy, L. 1999. Activity Theory as a Framework for Designing Constructivist Learning Environments. Educational Technology, Research and Develop-ment, 47 (1): 61-79.

Novak, J.D., & B. Gowin. 1984. Learning How to Learn. Cambridge: Cambridge University Press

Nunan, D. 1991. Language Teaching Methodology: A Textbook for Teachers. New York: Prentice Hall.

Nurgiantora, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pencekokan pendoktrinan Bahasa dan Sastra, Yogyakarta: BPFE.

Piaget, Jean (1954). The Construction of Reality in the Child. New York: Ballantine Books.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruk tivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Wikipedia (2008)


Sumber :

Dabir :

Editor :

Source: https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/pengajaran-reading-membaca

Posted by: skycrepers.com