Contoh Proses Pembelajaran Aspek Gender Siswa Sd
Data Kemendikbud-Ristek menunjukkan bahwa jumlah siswa asuh suami-laki dan perempuan di negeri ini erat seimbang. Pada janjang SD, peserta didik junjungan-laki sebanyak 52,14% dan pemudi 47,86%. Pangkat SMP, peserta didik laki-laki 51,10% dan dara 48,90%. Sementara untuk tingkat SMA murid suami-laki 44,50% dan dayang 55,50%.
”Maka itu karena itu, kebijakan dan program Kemendikbud-Ristek tidak rangkaian membeda-bedakan gender laki-suami dan perempuan. Petatar didik maupun tenaga pendidik junjungan-laki dan perawan di netra kami adalah sekelas dan memiliki eigendom yang seimbang internal memperoleh akses pendidikan,” tegas Direktur Sekolah Dasar, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd pada webunar Kesetaraan Pendidikan untuk Anak Cewek, Senin, 3 Mei 2021.
Sri Wahyuningsih mengatakan, kiranya terjadi perluasan akses pendidikan bermutu bagi pelajar didik yang berkeadilan dan inklusif sesuai dengan Renstra Kemendikbud waktu 2020-2024, maka telah dirancang kebijakan dan program nan terarah dan berorientasi pada pendidikan yang merata.
Direktorat Sekolah Dasar, lanjutnya, sangat concern terhadap paritas gender di ketengan pendidikan nan direpresentasikan melalui sejumlah program. Diantaranya adalah acara perluasan akal masuk pendidikan bermutu bagi peserta didik yang berkeadilan dan inklusif. Pemerataan akses melalui program wajib belajar 12 Waktu.
“Dengan program ini semua anak Indonesia berhak atas akses pendidikan. Acuan yang lebih tunggal ditunjukkan dalam kebijakan Pengajian pengkajian Peserta Didik Baru (PPDB), tidak ada ketentuan rasio besaran murid laki-laki maupun perempuan yang dibatasi,” jelasnya.
Kemudian melalui program penguatan pengembangan pesuluh didik yang berwatak sebagai salah suatu strategi yang terus dilakukan oleh Kemendikbud. Tujuannya untuk takhlik karakter peserta didik dan menerimakan pendidikan yang berkeadilan dengan tidak mengerjakan perbedaan gender laki-laki maupun perempuan.
Pemerintah juga mengasingkan acara Merdeka Belajar, dimana perubahan yang diusung dari Merdeka Belajar yakni transformasi terhadap ekosistem pendidikan, guru, pedagogik, kurikulum, dan sistem penilaian.
“Berusul perlintasan yang diusung 5 kategori ini menunjukkan respons positif dan keterbukaan Kemendikbud intern mendukung partisipasi, paritas, keterlibatan aktif masyarakat, dan takhlik suasana sekolah nan tidak memperbedakan,” kata Sri Wahyuningsih.
Lalu, program pembinaan implementasi kurikulum. N domestik tahapan praktik di sekolah mesti pembinaan hendaknya tidak terjadi bias gender, seperti pemanfaatan bunyi bahasa-tanda baca dan bentuk ilustrasi tidak menunjukan diskriminasi. Upaya tersebut adalah sebuah upaya tanggap gender.
Dan programa terakhir adalah penghapusan tiga dosa pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh Mendikbud-Ristek sebagai upaya mempertahankan dan meningkatkan kooperasi perempuan internal pendidikan.
Sri Wahyuningsih memaparkan persoalan yang menjadi fokus Kemendikbud-Ristek adalah terkait perundungan. Perosalan ini tidak cuma berorientasi pada anak amoi doang secara mahajana, karena perundungan dialami baik maka dari itu anak maskulin maupun perempuan.
“Mulai sejak data Kemendikbud tahun 2019 terserah sebanyak 41% peserta didik melaporkan mengalami perundungan dengan berbagai ragam varietas. Terlebih di tahun pandemi Covid-19 ini belajar dilakukan secara jarak jauh, sehingga potensi perundungan terjadi n domestik bentuk tidak nan lain dapat sekaligus dikontrol oleh guru, khususnya yang sparing dengan metode daring. Interaksi antar murid tuntun dilakukan secara daring dan kemudahan akal masuk terhadap sosial media yang tak mudah dikontrol, sangat berpotensi meningkatkan perundungan (cyber bullying),” papar Direktur Sekolah Dasar.
Dalam menghadapi persoalan tersebut, Kemendikbud mutakadim melakukan berbagai langkah responsif. Diantaranya melalui kegiatan pendampingan psikososial terhadap murid jaga sepanjang masa pandemi Covid-19. Kegiatan ini dilakukan sebagai penanganan terhadap dampak negatif Belajar Berpunca Flat, merupakan murid asuh mengalami kebosanan, cambuk belajar sedikit, dan mengalami perundungan hingga stress.
“Penanganan psikososial ini dilakukan n domestik bentuk Fun Learning, Spiritual Approach, menentang sreg eskalasi motivasi membiasakan, dan edukasi anti perundungan,” katanya.
Selain itu, upaya yang terus dilakukan Kemendikbud dari sejak lama adalah pendampingan implementasi modul berlawanan kekerasan, dimana secara substansi dilakukan advokasi terhadap anak asuh-anak yang mengalami kekerasan. Pendampingan ini sekali lagi dilakukan sepanjang pandemi Covid-19 dengan didukung keterlibatan orang tua dan guru dalam mencegah tindak kekerasan terhadap momongan.
“Tantangan yang dihadapi Kemendikbud sangatlah kegandrungan. Tidak saja fokus bakal paritas gender, hanya dalam mewujudkan kesetaraan pendidikan. Tidak saja menentang pada anak amoi saja, akan hanya semua anak Indonesia. Karena pemerintah memandang bahwa setiap anak berwajib mendapatkan pendidikan yang merata dan berkeadilan,” tegasnya.
Tantangan lainnya nan dihadapi Kemendikbud selain terkait kesetaraan gender dan kesetaraan pendidikan, adalah keterbatasan akses pembinaan. Terutama di periode hawar Covid-19 dengan semua proses penerimaan dan administrasi pendidikan dilakukan secara daring, luring, atau blended learning.
Hal tersebut karuan menjadi tantangan khusus. Kemendikbud harus terus memperbaharui, update terhadap isu dan permasalahan di daerah dan sekolah, serta sinkronisasi kebijakan yang mewah diadaptasi daerah. Termasuk dalam agenda menyelaraskan konsep paritas gender setakat level sekolah.
Bagi menjawab segala tantangan tersebut, Kemendikbud terus melakukan berbagai upaya dan strategi. Diantaranya dengan mendorong akselerasi akses pendidikan, menciptakan layanan pendidikan yang berkualitas dan merata, khususnya kerjakan peserta jaga dan sekolah yang mengalami kendala akses baik secara geografis, infrastruktur, jaringan internet maupun listrik yang bukan tetapi menjadi tanggung jawab Kemendikbud, melainkan kementerian dan instansi lain.
Pandemi Covid-19 sama dengan ini memang tidak bisa dipungkiri dulu berdampak terhadap sektor pendidikan. Maka itu karena itu Sri Wahyuningsih menekankan teristiadat kerjasama dan pelibatan aktif semenjak berbagai pihak.
“Peristiwa ini terus kami upayakan dan berkelanjutan. Adapun privat tataran operasional, strategi nan dilakukan Kemendikbud privat peningkatan partisipasi peserta tuntun dan sekolah yaitu melalui optimalisasi jumlah media penataran. Kita meluangkan alternatif-alternatif media penelaahan buat peserta didik, baik melalui susukan televisi, permohonan penelaahan, serokan atau website pendedahan, video edukasi dan pembelajaran, modul pembelajaran yang dapat diakses secara online maupun offline,” katanya.
Tentatif itu untuk strategi lainnya adalah melalui berbagai kegiatan pendampingan. Seperti mana pendampingan psikososial, pendampingan implementasi modul anti kekerasan dan pendampingan implementasi modul pembelajaran khusus provinsi 3T dan Non-3T yang mengalami kendala akses, serta berjenis-jenis sosialisasi dan pengharmonisan program kancing-daerah. (*)
Source: http://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/upaya-mewujudkan-kesetaraan-di-dunia-pendidikan
Posted by: skycrepers.com