david rizal reporter sctv

Alumnus UMM Bagi Pengalaman Intim Mati Saat Meliput Gempa Nepal

Author : Humas | Sabtu, 16 Mei 2020 11:45 WIB

David membagikan pengalamannya melangkahi streaming Youtube. (Foto: Humas UMM)

Menjadi jurnalis televisi yakni impian David Bahtiyar Rizal, alumni Ilmu Komunikasi FISIP Perguruan tinggi Muhammadiyah Malang (UMM) laskar 2007, sejak kerdil. Konon, seandainya anak katai sebelum berangkat sekolah nonton kartun dulu, hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh wartawan dan produser Liputan 6 SCTV ini. ‘Makan pagi’nya setiap pagi sebelum berangkat sekolah yakni nonton berita di TV.

Sejak kecil ayah bunda David memang ingin sekali David boleh menjadi news presenter seperti Bayu Setiono, news presenter nomine ibu David. Kisahan impian David ini terungkap saat Alumni Sharing Session berlenggek ‘The Perks of Being Broadcaster’ yang diadakan Prodi Ilmu Komunikasi pada Selasa,12 Mei 2020 lalu.

Karir David sebagai reporter SCTV dimulai dari SCTV Goes To Campus yang ia ikuti momen semester 8. Tapi cak acap, saat itu ia hanya asian posisi juara dua. Kecewa, pasti. Sebab yang bisa menjadi lolos ke Jakarta dan menjadi presenter yakni yang jago pertama.

Baca lagi:
Puluhan Penduduk Sukun Terima Sembako Relawan UMM

“Tapi ternyata perian itu juara pertama mengundurkan diri karena setelah lulus kuliah beliau mau gayutan. Akhirnya mas Jeremy Teti pertalian saya dan menanyakan saya bagi siap ke Jakarta. Saat itu saya kembali skripsi, karenanya yang awalnya leha-leha-santai, bintang sartan ngebut mengerjakan. Alhamdulillah,lulus sih,”ungkapnya sekaligus tertawa.

David Rizal naik daun perumpamaan jurnalis bencana. Namanya caruk menjadi seleksian permulaan di sidang pengarang ketika ada peristiwa bisikan. Sampai-sampai saat ada gempa Ia mengaku semua godaan besar sudah pernah ia liput, berangkat berusul gempa dan tsunami di Palu, jatuhnya pesawat Lion Air, gempa di Pidi Jaya, dll. Malar-malar ketika ia harus meliput gempa di Nepal waktu 2015, ia hampir kesuntukan nyawa. Sira menginap di sebuah hotel yang karib rubuh ketika terjadi gempa susulan.

Efek trauma terhadap getaran gempa masih ia rasakan hinggasekarang. Namun baginya itu ialah resiko profesi. Dalam meliput berita rayuan juga ada bilang patokan nan ia jabat teguh, yang permulaan ialah humanisme. Misalnya detik mengkover covid-19, ada sejumlah do and don’t yang menjadi patokan. Pelecok satunya adalah tidak bisa mengeksploitasi kesedihan. Cukup membubuhi cap-twist anglenya menjadi human interest nan menimbulkan empati tanpa mengeksplotasi kepahitan alamat.

Baca pula:
Srikandi FKIP UMM Tebar Inspirasi Penilaian Peserta Tuntun Berbasis Daring

Dalam sesi ini sejumlah peserta sharing session juga berkesempatan untuk berinteraksi spontan. Adinda, salah suatu peserta, menanyakan bagaimana tips untuk menghindari filler word ketika berbicara di depan publik. Menurut David, penguasaanknowledge sebelum berbicara sangat penting untuk menghindari filler word. Olivia Anisa, peserta yang enggak sekali lagi meminta bagaimana ritme kegiatan beritawan televisi.

“Saya memulai aktivitas sejak jam 3 pagi karena jadwal saya siaran pagi sebatas jam 5 sore. Enggak hanya sekedar siaran doang juga melakukan aktivitas dubbing, motong video liputan, dll. Capek sih tapi asyik sekali bahkan jikalau sudah anjlok lapangan. Situasi yang menyenangkan bagi juru warta yakni saat liputan di lapangan, boleh bertemu banyak orang dan hal-peristiwa baru,”ujar pria bawah Bondowoso ini.

Banyak camar duka menghirup yang terjadi momen ia menjadi news presenter. Tidak sahaja pengalaman tekun sekadar tapi juga camar duka konyol. Yang minimum engkau ingat adalah momen start-tiba ngeblank lalai tera koteng. “Itu gara-gara saya datang lima menit sebelum on air, waduh tak terlupakan,”imbuhnya. (wnd/can)

Shared:


Komentar


Source: https://www.umm.ac.id/id/berita/alumnus-umm-bagi-pengalaman-hampir-mati-saat-meliput-gempa-nepal.html