gereja santa maria de fatima jakarta

Banyak jalan menuju Gereja Santa Maria de Fatima. Salah satunya, kita dapat menyewa ojek sepeda yang mudah ditemui di sekitar Stasiun Jakarta Kota.

Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia

Banyak urut-urutan menuju Gereja Santa Maria de Fatima. Salah satunya, kita dapat menyewa ojek sepeda nan mudah ditemui di sekitar Stasiun Jakarta Daerah tingkat.

Nationalgeographic.co.id—“Pak, sudah berapa lama ngojek sepeda?” soal saya.

“Wah, sudah lalu lima belas hari nih. Setiap hari saya tiba dari Bogor naik KRL. Ngojek mulai jam sembilan pagi sampai jam dua.”

Inilah sepenggal obrolan urban, detik saya menggunakan jasa ojek besikal nan dikemudikan oleh Hamid. Ternyata, kami sepadan-setinggi datang pecah pinggiran dan setimpal-sama memperalat moda angkutan kereta andalan penghuni.

Kami melaju semenjak Stasiun Jakarta Kota menuju jantung pecinan daerah tingkat, Glodok.

Ojek sepeda berhenti di halaman bangunan gereja berlanggam Cina: “Santa Maria de Fatima”.

Saya seram terseret menyaksikan bangunan gereja yang berarsitektur Fujian, Cina Kidul. Sejenis itu farik berusul gedung di sekitarnya. Atapnya ekor penis walet, konon fon kesejahteraan.

Ada kembali aksara-abc Han yang tergambar. Saya mencoba menerkanya. Karakter “An” yang bermakna kedamaian, “Fu” berjasa kesejahteraan, “Kang” signifikan kebugaran, “Shou” bermakna pahit darah.

Kabarnya, dahulu konstruksi ini ialah apartemen Kapitan Cina di Batavia, bermarga Tjioe, yang spirit hingga sediakala abad ke-20. Kini, istana sang kapitan itu masih terpelihara, namun sudah terkungkung gedung sekolah dan rumah biarawati.

Peserta Kirab Budaya dan Ruwat Bumi melakukan ritual tatung. Sekolah Ricci yang berada di samping Gereja Santa de Fatima menjadi tempat berkumpulnya para peserta kirab, kelindan budaya di jantung Pecinan Jakarta Kota.

Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia

Peserta Kirab Budaya dan Ruwat Mayapada melakukan ritual tatung. Sekolah Ricci yang ki berjebah di samping Gereja Santa de Fatima menjadi tempat berkumpulnya para peserta kirab, kelindan budaya di jantung Pecinan Jakarta Kota.


Biar rumah sudah menjelma seumpama gereja, pembagian ruangannya masih mengikuti tradisi pecinan. Ada tiga bagian utama: bagian depan menjadi ruang utama gereja, adegan tengah yakni ira peralatan ibadah, dan bagian belakang menjadi ruang tinggal pastor paroki Santa Maria de Fatima. .

Awalnya, basilika ini dirintis maka dari itu beberapa orang imam Jesuit plong 1950-an, adalah Pater Conradus Braunmandl, Pater Zwaans, dan Rohaniwan Carolus Staudinger. Mereka mengadakan peladenan dom, sekolah, dan mes. Sekolah nan mereka bangun bernama Sekolah Ricci. Nama Ricci diambil dari Mateo Ricci, seorang imam misionaris Jesuit yang timbrung ke Cina dan mengawurkan misinya.

Pada 1953, para pater dibawah Vikaris Apolistik Jakarta, yang bertugas di Stasi Toasebio, membeli sebidang kapling seluas satu hektar dari Kapitan Cina.

Pastor Salvador mengenakan jubah emas yang bergaya Tionghoa saat memimpin acara pernikahan di Gereja Santa Maria de Fatima.

Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia

Pastor Salvador mengenakan jubah kencana nan bergaya Tionghoa saat memimpin acara akad nikah di Gereja Santa Maria de Fatima.


Saya berjumpa dengan Idris, salah seorang pengurus harian yang kerap menemui banyak pelawat.  “Pengunjunganya sekali lagi bermacam-macam ya, sering lagi wanita berkerudung juga masuk ke intern katedral ini.”

Dia melanjutkan, “Semua mengherani arsitektur bangunan ini. Tidak ada sekat-sekat agama. Semua orang dengan aneka bidang agama boleh turut ke gereja ini mengapa.”

Santa Maria de Fatima berada di kawasan pecinan. Jangan heran jika gereja ini rutin mengadakan misa Imlek jelang periode yunior Cina. Uniknya, para imam n kepunyaan jubah-jubah khusus bertuliskan karakter Cina, sama dengan yang diceritakan Idris kepada saya. “Misal bentuk penghormatan terhadap para umat di provinsi ini,” ujarnya. “Telah sejak dahulu.”

Beberapa restorasi dilakukan oleh Gereja Santa Maria de Fatima untuk menjaga kelestariannya. Salah satunya adalah pengecatan ulang ukiran di ruang altar dengan warna emas untuk menjaga warna estetik khas Tionghoa, yaitu emas dan merah.

Donny Fernando/National Geographic Indonesia

Bilang restorasi dilakukan maka itu Katedral Santa Maria de Fatima bikin menjaga kelestariannya. Salah satunya yaitu pengecatan ulang cukilan di ruang mazbah dengan warna emas bakal menjaga warna estetik khas Tionghoa, adalah emas dan berma.




Idris mengatakan pihak gereja pelahap turut bermain dalam perjumpaan warga nan berhubungan dengan pelestarian lingkungan dan budaya penghuni Pecinan Glodok. “Kita turut gemar dengan program klenteng tetangga kami,” pungkasnya.

Tubin paginya, katedral tutup lebih awal. Petugas berujar kepada saya bahwa gereja ditutup bakal memberi kesempatan ciu-arakan Klenteng Fat Cu Kung Bio. Rupanya tandu dan patung para dewa—biasa disebut jempana dan kimsin—berbaris segeh di pelataran Sekolah Ricci.

Program jutbio pecah pagi hari usai hujan abu deras yang baru saja melintas. Dalam hiruk pikuk acara kirab, seorang perempuan bernama Lucy memasyarakatkan dirinya pada saya.

Baca Juga: Tembakau Melik di Balik Aksara Cina di Papan ‘Kopi Es Tak Kie’ Glodok

Baca Juga: Lim Tju Kwet, Kaligrafer Aksara Han nan Sederhana di Pecinan Glodok

Baca Lagi: Skrip Cina-Jawa, Jejak Budaya yang Terlupakan dalam Sejarah

“Ini hujan berkah lho, Ning. Kendati telat lagi tetep berkah,” ujarnya. “Apalagi, basilika dapet berkah karena ikut pesta ulang tahun Kongco Fat Cu Kung Bio.”

Lucy menceritakan kepada saya tentang peran katedral momen perayaan di klenteng. “Gereja tentu membantu klenteng!” katanya. “Di sini mah semua damai kolaborasi. Jika gereja lagi Natalan, umat klenteng juga ikut njagain.”

Mempelai wanita yang telah melangsungkan pernikahannya di Gereja Santa Maria de Fatima.

Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia

Mempelai wanita nan telah melangsungkan pernikahannya di Gereja Santa Maria de Fatima.


Saya terkagum-kagum dengan umur gotong-royong nan dimiliki penduduk seputar paroki. Terlebih, saya menyaksikan pemandangan ketika banyak juga ibu berjilbab turut menggotong usungan kimsin yang keluar bermula Fat Cu Kung Bio!

Pelawatan saya berakhir di kedai surat “Lain Kie” milik Koh Ayauw, yang meneruskan manuver properti orang tuanya. Kantin legendaris ini merembas sejak 1927 di Glodok. Seruput es kopi tunggang itu mengakhiri cerita saya mengunjungi satu dari sekian banyak gedung kuno yang berfungsi bagaikan rumah ibadah.

Santa Maria de Fatima, jutbio klenteng, dan ibu-ibu berjilbab yang menggotong reca dewa Fat Cu Kung mutakadim nanap sanubari saya. Negeri ini menjadi besar karena macam dan kebersamaan!

Ukiran kayu bersimbol Chi-rho dengan alfa dan omega, dalam bingkai corak Tionghoa yang berada di mimbar Gereja Santa Maria de Fatima.

Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia

Ukiran kayu bersimbol Chi-rho dengan alfa dan omega, dalam bingkai warna Tionghoa yang berharta di mimbar Basilika Santa Maria de Fatima.














PROMOTED CONTENT


Video Pilihan



Source: https://nationalgeographic.grid.id/read/133170049/gereja-santa-maria-de-fatima-jejak-kediaman-sang-kapitan-tjioe?page=all