raja bali kuno
Batu bertulis Air Tabar B, satu-satunya epigraf nan menyebut logo kaisar perempuan, Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Prasasti ini berbahasa Bali Kuno.
Berbagai epigraf memanggil sunan-raja perempuan di Bali khususnya dari Dinasti Warmmadewa. Syah pertamanya, Sri Kesari Warmmadewa, nan disebut kerumahtanggaan tiga batu bertulis berbahasa Bali Bersejarah.
Para ahli berpendapat, Sri Kesari Warmmadewa merupakan cikal kerjakan Dinasti Warmmadewa nan menaruh Dharmodayana setakat Airlangga di Jawa. Dia diperkirakan memerintah kerajaan yang berpusat di Singhamandawa. Setakat masa ini, letaknya belum bisa dipastikan. Suka-suka yang memperkirakan di sekitar Tampak Got dan Pejeng atau di antara distribusi Sungai Patanu dan Pakerisan. Namun, masih harus dibuktikan.
Inisiator perempuan mula-mula mulai sejak Dinasti Warmmadewa yang memerintah adalah Sang Sinuhun Luhur Sri Subhadrika Warmmadewi. Dia mendampingi suaminya, Sang Kanjeng sultan Sri Haji Tabanendra Warmmadewa, raja ketiga setelah Sri Kesari Warmmadewa. Mereka memerintah bersama pada 955-967 M.
“Lamun berdasarkan bukti batu bersurat bungsu nan dikeluarkannya adalah 967 M, pada 960 M muncul seorang sri paduka penggantinya bernama Jayasingha Warmmadewa,” tulis Ninie Susanti, arkeolog Perserikatan Indonesia, privat
Airlangga, Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI.
Selanjutnya lega 983 M, unjuk syah putri bernama Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Dia disebut dalam Batu bertulis Air Tabar B yang bertata cara Bali Kuno. Meski sedemikian itu, nama jabatan lainnya nan termaktub n domestik prasasti itu lebih lazim dijumpai dalam prasasti Jawa Kuno, yaitu
makudur, wadihati,
dan
pangkaja.
Menurut Ninie, jabatan-jabatan ini tak rangkaian dijumpai sebelumnya dalam prasasti berbahasa Bali Kuno.
Oleh karena itu, arkeolog Belanda, Van Stein Callenfels menduga-ngira yang dipertuan putri itu adalah putri berpangkal Kerajaan Sriwijaya di Sumatra yang meluaskan kekuasaannya ke Bali. Sedangkan sejarawan Belanda J.L. Moens beranggapan raja upik itu adalah Sri Isanatunggawijaya, putri Mpu Sindok.
Selain itu, intern sebuah prasasti Jawa Historis tahun 937 saka kompilasi museum di Jerman, dijumpai makrifat
Sri Maharaja Siniwi I Kadiri
ataupun
Sri Mahadewi yang disembah atau bertakhta di Kadiri.
“Apakah kedua stempel itu nama satu cucu adam cuma? Apakah Maharaja Sri Wijaya Mahadewi sendiri putri Jawa yang merebut geta Dinasti Warmmadewa lega 905 saka? Penelitian selanjutnya belum dilakukan,” lanjut Ninie.
Kendati demikian, menurut Ninie, Mahadewi memerintah selama enam perian sebelum akibatnya orang lanjut usia Airlangga memerintah bersama di takhta Dinasti Warmmadewa. Prasasti Pucangan bersopan santun Sanskerta memanggil Emir Airlangga yang bertakhta di Jenggala punya peguyuban dengan para penguasa di Bali. Prasasti berisi silsilah Airlangga itu menyebutkan dia merupakan putra pangeran Bali dari Dinasti Warmmadewa bernama Dharmodayana dengan Gunaprya Dharmmapatni, sekar kedaton Sri Makutawangsawardhana, penerus Dinasti Isana di Jawa.
Sejak pemerintahan bersama ini, bahasa Jawa Kuno tiba digunakan. Sepanjang waktu pemerintahannya sejak 989-1011 M, Paduka Dharmodayana atau Udayana mengeluarkan sepuluh epigraf. Empat di antaranya dikeluarkan bersama istrinya.
“Keadaan yang pas menarik, nama Gunaparya Dharmmapatni camar disebutkan makin dulu,” tulis Ninie. Menurutnya, itu sangat mungkin disebabkan ketika masa Udayana, Bali fertil di bawah pengaruh Jawa.
Raja perempuan lain yang kemudian menggantikan Sultan Udayana adalah Sang Ratu Sri Si Ajnadewi. Dia diperkirakan bukan bersumber anak bini Warmmadewa. Namanya sebagai raja termasuk n domestik Epigraf Sembiran A III tahun 1016 M. Dia diperkirakan mengoper tadbir sampai generasi Warmmadewa berkuasa kembali puas 1022 M, yaitu Marakata Pangkaja, putra kedua Udayana.
Perempuan enggak dikesampingkan dalam tadbir raja-sunan di Bali. Sekurang-kurangnya dalam anak bini ki akbar Airlangga. Apalagi ketika menengok silsilah dalam Prasasti Pucangan, disebutkan Airlangga merupakan nasab sederum mulai sejak Mpu Sindok melalui garis ibu. Pewarisan singgasana melalui garis perempuan pun bukan kejadian aneh pada masa itu.
Source: https://historia.id/kuno/articles/raja-raja-perempuan-di-bali-DrBYY